Showing posts with label OPINI. Show all posts
Showing posts with label OPINI. Show all posts

Aug 8, 2019

INSTRUMEN TARIAN TOGAL

INSTRUMEN TARIAN TOGAL

Oleh: Karman Zein
PUSTAKA MALUT
 
Foto Penari Togal: Group SMA Negeri 12 Halmahera Selatan
 Tradisi Togal merupakan perpaduan beberapa seni, antara lain Seni Musik, Seni tari, dan persajakan. pada dasarnya ini merupakan cerminan dari tradisi melayu pada umumnya dan telah mengakar menjadi tradsi di kalangan etnis Makean. Etnis Makean merupakan salah satu sub-etnis di Maluku Utara. Dalam perspeltif bahasa  Suku Makean, terjadi pemilahan antara Makean Timur (dalam) dan Makian Barat (Luar). 

Dalam kehidupan sehari-hari suku Makean direkatkan pada satu tradisi, yakni "Togal". Tradisi togal dahulu kalah digunakan pada saat acara panen raya, dan hajatan besar masyarakat lainnya. Bahkan pada  acara Doa Selamat kampong (Do'a Salamatan), Tradisi Togal adalah salah satu prosesi yang harus dilakukan sebagai wujud dari  rasa Syukur, kegembiran serta suka ria.

 Alat-alat Tradisional yang digunakan dalam Togal antara lain:

1. Fiol (Biola)
 
Gambar Pemain Fiol (Biola)

 2. Juk (Gambus/Guitar)

Gambar Pemain Gambus (juk)
3. Tifa (Sejenis Gong)
 Ketiga jenis Alat musik Togal diatas dimainkan masing-masing satu buah fiol satu buah gambus di ikuti dengan 3 sampai dengan 5 tifa. serta diringi oleh seorang penyanyi (Manika)

Gambar Pemain Tifa
  
Peyanyi / pengiring suara
Penyanyi atau pengiring suara dalam tradisi togal biasanya disebut “Manika” atau dengan kata lain yang “batogal”, kempuan utamanya yaitu menguasai atau memiliki banyak syair-syair (dola bololo) dan sajak yang cukup.
Berikut ini beberapa contoh dari sekian banyak persajakan dan syair pada tradisi Togal:

NO MACAM-MACAM SYAIRBAHASA ASAL
1 Horu Tokodiho Sone Foma Kodiho Ua Melayu/Ternate
2 Ajal Fo Tuda-Tuda Sone Fo Waro Ua Melayu/Ternate
3 Biasa To Hida-Hida, Hida Ua Badan Gogola Melayu/Ternate
4 Bicara no jaga ua Racii diri masirete Melayu/Ternate
5 Harape na palihara, padahal ne sia-sia Melayu Makean Barat
6 Amo Yo Te Langa Longi, Itala Ma Togu Me teden Melayu Makean Barat
7 Dogolo te teng De Seba, Takarana juga di Amo Melayu Makean Barat
8 Fou ma No Fou Mo, Podo Ma Napa Dagai Melayu Makean Barat
9 Doon Ma itala-tala, amo ma itala iyo Melayu Makean Barat
10 Sungguh enak orang yang pergi, Orang yang tinggal apa rasanya Melayu Indonesia
11 Amo safo te bukan gampang, jolso abo te lo do sou Melayu Makean Barat
12 Fono ma nifono mo, pula dema bicara moya Melayu Makean Barat
12 Pula Moti dekat Makian, Saya Nekat Mati-matia Melayu Indonesia
13 Tidur Mimpi Bayangan Datang, air mata basahi bantal Melayu Indonesia
14 Fou ma no fou mo podo ma napa dagai Melayu Makean Barat
15 Maepe ni ma maomo, cawali ni ma diamo Melayu Makean Barat
16 Kemauan di orang tua rumah tangga akan kacau Melayu Indonesia
17 To ni fono neteng no omo, pula dema bicara moya Melayu Makean Barat
18 Awali fo mangaku, akhir fo mangaku ua Melayu  Ternate
19 Putus tali boleh ku sambung, putus cinta ku sambung apa Melayu Indonesia
20 Hang Moju no gawene, rasa susa de noma toru Melayu  Ternate
21 Fou-fou togu ma togu mo podo, gei ma mo podo iyo Melayu Makean Barat


Komador/Komando
Komador adalah  seorang yang memiliki kemampuan yang mumpuni dalam memimpin jalan tarian togal. Syarat menjadi komdor yakni mengusai gaya dan variasi tarian togal, dengan kecapakan seseorang komandor adalah mempunyai banyak  Syair (dola bololo), Sanjat (Sajak), dan Pantun.

Peserta (group) tarian togal
Group Tarian Togal terdiri atas beberapa orang dengan jumlah yang tak terbatas menggunakan  ciri khas pakian jenis kebaya di padu dengan konde untuk penari perempuan serta lenso (tuala) sedangkan laki menggunakan celana hitam dengan kemeja lengan panjang warnah putih dilengkapi dengan peci warna hitam. (*Lit)


May 13, 2019

PERAN PARTISIPATIF WUJUDKAN PAUD DAN PNF YANG BERDAYA SAING


PERAN PARTISIPATIF WUJUDKAN PAUD DAN PNF YANG BERDAYA SAING
Oleh: Karman Zein (Putaka Malut)

Dok.Pustaka Malut
          Mengawali tulisan ini dengan mengutip pendapat yang dikemukakan oleh  Salah satu Guru Besar Universitas Negeri Malang; Terdapat tiga factor yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan pendidikan terutama pada pembelajaran yaitu: Hardware  (perangkat keras) Software (perangkat lunak) dan  Brainware (perangkat pikir). Essay ini tidak bermaksud menjelaskan secara detail perangkat-perangkat tersebut, akan tetapi menjadi sebagai sudut pandang sekaligus realiatas yang dihadapi oleh Lembaga pendidikan yang beraktivitas di daerah kepulauan 

Sebagai representasi peningkatan mutu standar pendidikan baik formal maupun non-formal. Terutama dalam pelaksanaan Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal  (PNF). Indikator tersebut mendorong kita sebagai bahagian dari badan akreditasi untuk tetap berpedoman pada petunjuk pelaksanan Akreditasi agar setiap lembaga pendidikan non-formal lebih serius meningkatkan diri demi kualitasnya. 

Apalagi dengan kondisi Maluku Utara sebagai suatu daerah yang berbasis kepulauan, menjadi mutlak bagi setiap lembaga pelaksana PAUD dan PNF untuk berkomitmen mendorong pendidikan yang setara secara nasioanl, tanpa melihat perberbedaan-perbedaan secara geografis. Tentu akan menjadi alasan  sebagian Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal (PNF) adalah keterbatasan sarana (hardware), serta perpustaakaan dan Lab (software) hanya sebatas penyedian gedung perpustakaan dan Labnya saja tanpa dibarengi dengan perangkat yang memadai didalamnya kemudian tidak dibarengi pula dengan sistem Pamong  (brainware) yang profesional. 

Namun alasan-alasan tersebut sangat realistiis dan bahkan terjadi pada samua satuan pendidikan formal, apalagi pendidikan masyarakat seperti PAUD dan PNF, akan tetapi untuk kepentingan pendidikan yang berkualitas.  Upaya mendorong pelaksanaan akreditas pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal, diperlukan peran partisipatif bagi semua staekholder pendidikan terkait. Harapannya agar setiap lembaga PAUD dan PNF terus meningkatkan diri. Jika kemudia badan Akreditasi Nasional Provinsi ketika melakukan program visitasi maka semua standarnya telah terpenuhi dan layak untuk nilai. 

Penilaian ini tidak bersifat administratif bagi lembaga PAUD dan PNF akan tetapi lebih komprehensif dalam rangka pengembangan kedepan, sehingga tidak terdapat istilah mengkondisikan atau sekedar memenuhi standar administrasi BAN-PAUD dan PNF Provinsi demi kepentingan visitasi sesaat. Jika tradisi semacama ini kita pertahankan maka apa jadinya kualitas PAUD dan PNF di Maluku Utara. 

Tanggungjawab yang bersifat partisipatif tentu diperuntukan bagi setiap pemangku kepentingan terkait. Seperti Dinas Pendidikan, Lembaga pelaksana, Unsur Masyarakat, dan tentu adalah Badan Akreditas Nasional (BAN) PAUD dan Pendidikan Non-Formal untuk tetap bekerja sesuai dengan koridor masing-masing. Misalnya pemerintah membantu secara fisik maupun non-fisik dan tidak sepenuhnya dibebankan kepada lembaga PAUD yang dikelola oleh masyarakat. Artinya, skala perioritas pemerintah harus diwujudkan, dengan memberikan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. 

Dengan demikian, diperlukannya Peran Badan Akreditasi Nasional, dengan Harapan dapat mendorong serta memacu komitmen lembaga pendidikan anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal di daerah khususnya provinsi Maluku Utara untuk meningkatkan diri secara kelambagaan, baik dalam sisi Pamong, Sarana dan pra-sarana serta faktor pendukung lainnya. Kemudia Lembaga harus merancang dan mampu mewujudkan visi, misi serta program priotasnya, Agar kelak pemerintah tetap mensupotr setiap program yang akan di lakukan, karena pada dasarnya Badan Akreditasi Nasional di Provinsi Akan memberikan predikat Akreditasi yang pantas untuk setiap lembaga sesuai dengan pemenuhan standar yang telah ditetapkan.

May 3, 2019

PUSARAN GURU DALAM JABATAN

Pusaran Guru Dalam Jabatan
Refleksi Haridiknas

Oleh:
Karman Zein

Binner Ucapan Hari Diknas 2019

         Guru dalam jabatan sebagaimana dijelaskan  dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 18 Tahun 2007 dan peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.  Guru memperoleh gelar (jabatan) profesional tidak berkaitan dengan jabatan di pemerintahan desa. Pelibatan Guru pada jabatan di pemerintahan desa tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1) menjelaskan Guru adalah Pendidik profesional dengan tugas  utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dipertegas pada Penjelasan Bagian Kelima bahwa Pembinaan dan Pengembangan guru, pasal 35 ayat (1) tentang beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan.  ayat (2) berbunyi Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 Jam (dua puluh empat jam) tatap muka dalam satu minggu.
Pada pasal 32  ayat (1) sebelumnya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi serta karier. Ayat (2) menyebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimakud pada ayat (1) meliputi Kompotensi Pedagogik, Komptensi Keperibadian, Komptensi Sosial, dan Komptensi Profesional.
Barometer Kompetensi profesional guru tidak diukur dari seberapa banyak guru memangku jabatan pemerintahan atau berpartisipasi dalam dunia politik. Akan tetapi telah jelas diatur pada peraturan sebaimana disebutkan diatas, serta mengikuti tahapan dan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. menjadi guru profesional akan dibuktikan dengan sertifikat pendidik melalui Program Pendidikan Latihan dan Profesi Guru (PLPG). Lalu bagaiamana dengan mereka yang belum tersertifikasi?, pada prinsipnya setiap guru akan dinilai untuk menjadi guru profesional melalui program sertifikasi guru dalam jabatan. Oleh karena itu sebagai guru,  baik yang telah memperoleh gelar profesional maupun yang belum memiliki gelar profesional dituntut untuk tetap konsisten pada profesi yang diemban.
Guru memiliki Tanggungjwab sebagai masyarakat, dijelaskan dalam kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial yang mengejewantahkan guru sebagai pribadi dalam masyarakat, memerlukan peran dan keterlibatannya terhadap berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Termasuk peran dalam membangun lingkungan sosial yang kondusif  serta menciptakan suasana keadilan di masyarakat. Sebab dipundak guru terdapat keteladanan yang patut ditiru, oleh karena itu ketika terdapat sebagian guru yang melibatkan diri pada pemerintahan desa justru dihawatirkan menghilangkan nilai keteladanan. Jelas bahwa dinamika pemerintahan di desa saat ini turut menyita perhatian kita semua akibat adanya konflik interest di masyarakat.  Pada kondisi tersebut guru di harapkan mampu memposisikan diri sebagai penyeimbang (Check and balances).
Selain itu kompetensi sosial menurut tafsiran penulis adalah menciptakan rasa adil, mampu hidup bermasyarakat, mengabdi kepada masyarakat, dan menyiapkan anak didik untuk menjadi teladan dalam masyarakat. Sehinngga oleh pemerintah daerah juga bertindak hati-hati, adil dan bijaksana. Adil dalam pengertian,  mereka yang di SK-kan sebagai guru dengan status PNS, PTT, Honor Daerah, Kontrak dan lain sebagainya, agar fokus pada profesinya. Jika  dibutuhkan jasanya untuk mengabdi kepada masyarakat maka konsekuensinya adalah melepaskan status ikatan dinas (guru) tersebut, ketika memiliki jabatan politis maupun struktrural di permerintahan desa. Disisi Psiko-sosial, guru adalah anggota  masyarakat yang hidup ditengah keberagaman paham, adat dan lain sebagainya. guru diharapkan menjadi contoh dan teladan bagi siapapun tanpa membedakan asal-usul, dan yang paling terpenting guru tidak terikat pada jabatan apapun selain jabatan profesi.
Problem yang kita hadapi dalam dunia pendidikan saat ini adalah terbatasnya tenaga guru di sekolah. Penyebabnya bukan tidak ada tenaga guru akan tetapi pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu membiaya mereka para guru. Fakta menunjukkan bahwa beberapa perguruan tinggi di provinsi Maluku Utara telah meluluskan banyak alumni di bidang keguruan. Akan tetapi, dikarenakan beban APBN dan ABPD juga terbatas sehingga belum bisa mengakomodir semuanya untuk menjalan profesi sebagai guru. 

Baca juga REFLEKSI HARI GURU, VITALITAS PROFESI GURU  https://pustakamalut.blogspot.com/2018/11/refleksi-hari-guru-vitalitas-profesi.html  

Adapun terdapat putra-putri yang telah diakomodir oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Kota maupun Provinsi melalui unit sekolah untuk bekerja secara profesional sesuai hak dan kewajiban yang telah diemban. Hak dan kewajiban berkaitan dengan tunjangan yang didapat serta kewajiban menjalani tugas pokok sebagai guru, tunjangan yang kita peroleh bersumber dari masyarakat  yang disalurkan melalui APBN dan APBD. Misalnya Kabupaten Halmahera Selatan merupakan salah satu daerah dengan kebijakan guru yang perlu diapresiasi akan tetapi lemahnya pengawasan terhadap kebijakan tersebut menyebabkan sebagian dari mereka (guru) justru memilih berjibaku dengan jabatan di pemerintahan desa. Efek yang ditiimbulkan akibat keterlibatan oknum guru dalam posisi strategis desa berdampak langsung pada tugas pokok sebagai guru,  Padahal mereka diberi honor untuk mengabdi kepada masyarakat melalui jalur pendidikan bukan sebaliknya.
Hanya saja paradigma  yang berkembang pada masayarakat desa, guru mengetahui segalanya termasuk memimpin pemerintahan di desa. Sehingga wajar untuk diberi tugas lain selain mengajar. Sehingga oleh pemerintah daerah dapat secara bijaksana mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan pemerintahan di desa.
Seperti yang kita ketahui bersama kebijakan satu desa satu milyar juga berkontribusi terhadap pola pikir masyarakat yang deskruktif, termasuk oknum guru tertentu. oleh  Pemerintah daerah, apabilah ikut melegitimasi kondisi tersebut maka inilah yang disebut dengan proses penzaliman terhadap masyarakat (malpraktek dalam pendidikan). Mestinya pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang relevan sesuai dengan regulasi. Mungkin kebijakan strategis yang perlu didorong adalah sesuai dengan kebutuhan disekolah misalnya mengembangkan potensi akademik serta  mendorong pembatasan terhadap guru atas tugas tambahan diluar sekolah seperti menjabat Plt Kepala Desa dan Sekretaris Desa,  karena ini sangat berdampak terhadap Tugas pokok sebagai gur.
Mekanisme dan penjabaran atas tugas tambahan guru terbatas di Lingkungan sekolah serta pada instansi terkait. belum ada satupun  aturan yang menjelaskan tugas tambahan guru adalah pejabat desa atau sekreatris desa. saya pikir pada momentum hari guru 2017 adalah waktu yang tepat untuk direfleksikan. Sisi regulasi dan realitas telah dijelaskan sebelumnya dan ini dipandang penting untuk menjadi bahan renungan kita bersama. Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah mendorong program yang berkaitan dengan inovasi yang berkesinambungan. Misalnya mendorong guru-guru yang berprestasi untuk lanjut studi, Program Pembinaan Calon Pengawas Sekolah, mendorong guru berkualifikasi akademik yang telah memenuhi syarat untuk diajukan memperoleh sertifikat dan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS), Tugas Tambahan Bidang Pembinaan Kekaryaan, Seni, Olahraga  dan lain sebagainya. Sekian, Terima Kasih**********Selamat Hari Diknas 2 Mei 2019**********


Apr 27, 2019

TOGAL (MANIKA) DALAM DIMENSI NILAI

Togal (Manika) dalam Dimensi Nilai 
Oleh: Karman Zein
Penggiat Pusat Studi Masyarakat Kepulauan (PUSTAKA-MALUT)(Rilis SKH Malut Post: Rabu, 22 Maret 2017)

Foto Penari Togal dari Group Sanggar Gambus


Togal (Manika) dalam arti kata sebenarnya mengandung pengertian ”keindahan”, namun dalam kenyataannya ternyata Togal diplesetkan menjadi Tobelo Galela. Dalam pengertian lain dipahami sebagai pesan lahiria maupun batianiah. Nilai yang terkandung didalamnya terkadang kurang dimaknai dan diminati dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap generasi masa kini terutama anak muda Makean. Padahal manika memiliki nilai filosofis yang tinggi terutama berkaitan nilai ketaatan, tata krama, norma kesopanan serta toleransi. Misalnya simbolnya pada gerakan tangan serta dan pesan-pesan lainnya yang terkandung dalamnya. Melalui rilis ini penulis mencoba menguraikan beberapa sudut pandang berkaitan dengan tema tersebut yaitu; Togal (Manika) dalam demensi religius, seni dan estetika serta upaya pelestarian budaya. 

Manika dalam dimensi Religius
Manika sebagai salah satu cara menyampaikan pesan religiutas, bukan sekedar pantun atau sajak belaka atau syair biasa. Dalam frame berfikir orang Makean terutama Orang Makean Luar manika sebagai sebuah cara pandang tentang kehidupan yang hakiki. Kehidupan yang hakiki semata-mata telah tulis dalam filsafat timur (Alkindi) yang menjelaskan bahwa kehidupan hanya terdapat dua hal yaitu ”awal dan akhir”, peristiwa awal yang disebut dengan kelahiran dan akhir adalah kematian.
Lalu lau apa hubungannya manika dan proses kehidupan (khabluminallah), adapun beberapa syair pada manika seperti”Sungguh enak orang yang pergi orang tinggal apa rasanya”. Dalam tafsiran penulis  yaitu mereka telah kembali ke alam yang sebernarnya (alam Barzah). Di kalangan orang makean biasanya ketika orang wafat pasti seluruh keluarga berkumpul dan menangis, tangisan para keluarga itu bahkan ada yang mengiring tangisan itu dengan kata-kata diluar dugaan misalnya “Yaa Jou .,ampong e (permohonan ampun kepada Allah) …aee (bao/ma) e nii naya imiso mo la”, (……dia telah meninggalkan kita). Dalam konteks ini belum pernah ditemukan satu literature manapun yang menggali tentang makna dibalik fenomena tersebut, sehigga menurut hemat penulis berdasarkan pandangan kontruksi fenomenologi menurut telaah atas pendapat yang di kemukakan oleh Immanuel kant tentang menanggkap makna dibalik Fenomena dan Noumena, maka penulis berasumsi bahwa peristiwa menangisnya orang Makean ketika orang meninggal bisa jadi menangis karena bahagia atau sebaliknya (subjektif-Multitafsir), sesuai dengan konteks yang disebutkan diatas (Sungguh enak orang yang pergi orang tinggal apa rasanya)
Syair dan dola bololo dalam Togal (manika) lain misalnya”horu-horu to kodiho, sone foma kodiho ua”.  Ini yang sebenarnya dimaksudkan dengan perjalanan abadi (kembali ke alam Barzah). Dalam bahasa Makean “soia te di asal/Mul ni asal ”Kembali ke asal”. Syair-syair ini di ilhamni betul oleh leluhur etnis Makean. Namun dewasa ini banyak diantara kita memandang sempit dan mengnggap remeh dengan pesan-pesan pada togal (manika) ini. Kepercayaan tetua dari Makean seperti disebutkan pada beberapa sair tersebut semata-mata mereka percaya tentang kehidupan diakherat yang kekal dan abadi.
Dalam konteks hubungan sesama manusia (khablumminannas) togal (manika) dijewantahkan dalam bentuk sair atau dola bololo yang berbunyi  ”bicara no jaga ua, raci diri masirete  nilai-nilai yang terkandung didalam bait ini yaitu menjaga lidah dalam perkataan, dilanjutkan pada sair komador (istilah makean luar: Komentar) yang berbunyi “peliharakan lidah salah berkata badan binasa” betapa kuatnya nilai-nilai ini juga ternyata di lukiskan dalam konsep islam yaitu “menjaga lisan”.  Diskurus tentang syair Togal (manika) harus dijawab dengan reideologisasi nila-nilai togal (manika) sebagai pembangunan jati diri manusia. Sehingga melahirkan generasi muda yang mencintai Togal atau manika berdasarkan value (nilai) yang terkandung didalamnya.
            Diantara syair dan dola bolo tersebut diatas tanpa sadar mereka yang mencintai togal (manika) sering terucapkan ketika mendengar fiol (biola), Gambus dan Tifa, sajak (music togal), bahkan disisi lain lain secara terpisah ada satu fenomena yang lebih khusuk dikemas dalam bentuk ”jangan”. “Jangan” Merupakan sarana penyampaian pesan-pesan tentang kehidupan manusia sebagaimana tergambar pada togal atau manika tersebut diatas.

Gambar Penari dari Group Orkes Tedejiko
Dimensi  Seni dan Estetika
Togal pada dasarnya seni music/suara dan berkaitan penyampaian pesan baik itu antara sesama manusia dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu sesungguhnya tidak ada perbedaan dengan seni musik lainnya. Sehingga posisi togal atau manika dalam kerangka seni musik dimana terdiri atas atas instrument music, vocal hingga penyanyi  (Tools), dapat kita setarakan dalam konteks estetika.
Perbedaannya yang singnifikan dalam seni musik terletak pada alat (Tools) yang gunakan. Seperti musik dengan mazhab Pop, Dandut, Roker, Jazz dan lain-lain. pada Togal atau manika alat yang gunakan cukup sederhana, antara lain: Fiol (Biola), juk (gambus), Tifa, dan Suling. Dalam sisi pesannya hampir semuanya sama. Semua yang alat gunakan memiliki tata not yang sesuai ciri khas masing. Sehingga dapat dikatakan memiliki substansi yang sama yaitu menyampaikan pesan yang indah. Misalnya pada sepenggal syair dari lagu dandut “lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati” (karya Megi Z), ”masa bujang, masa yang berapi-api (karya Bang Roma Irama) sementara pada syair Togal (manika), “kemauan di orang tua rumah tangga akan kacau” (karya Ainun salamburung, dkk), semua syair ini pada prinsipnya memiliki makna dan pesan.
Dengan demikian jika ada orang Maken  (batogal) di tempat yang tak biasanya, katakanlah duduk di depan rumah  (bukan di Kobong) sambil batogal maka sesungguhnya tidak bertentangan dimensi seni dan estetika. Memang benar ketika orang Makean memperkenalkan Batogal saat mereka sementara menjalani aktivitas yang melelahkan dan mengasah harapan di kebun-kebun garapan.  Oleh karena itu sesungguhnya hanya perbedaan tempat. Lazimnya,  dewasa ini bagi orang Makean tidak perlu merasa minder batogal di depan umum, karena togal (manika) dan seni musik lain pada prinsipnya tidak ada perbedaan, dengan kata lain jika kita ingin kita lestarikan togal (manika) maka tidak ada asumsi Togal (Manika) itu Udik, kuno, kampungan dan lain-lain. Idealnya merubah minsdset orang tentang togal itu sesuatu yang sulit tapi marilah memulai dari diri kita sebagai orang Makean terutama dalam usaha melestarikan Togal (manika)

Dimensi Pelestarian Budaya
Ide tentang pelestarian Togal (manika) dalam sejarah orang makean terkesan hanya sebatas seremoni musiman. Berdasarkan kajian empirik Togal (manika) lebih kuat dipakai pada momen-momen tertentu. Sebenarnya pelestarian Togal manika bukan di mulai dengan Ramean atau Togal akbar dan sejenisnya. Akan tetapi lebih ditekankan pada penguatan nilai, sebab Togal atau manika bukan Ramean (Ronggeng) semata. Dalam sejarah perkembangan togal bagi elit makean dimaknai hanya sebatas ramean, ini terbukti ketika momentum tertentu Togal atau Manika pun menjadi alat mempersatukan orang. Jika togal hanya dilihat sebatas mempersatukan orang maka sesungguhnya telah keluar dari subtansi nilai hakiki dari Togal (manika) tersebut. Secara ekplisit Togal memberi sudut pandang tentang hubungan manusia dengan manusia serta hubungan manusia dengan Tuhan.  Dalam dimensi pelestarian budaya memang dibenarkan akan tetapi terdapat beberapa persoalan nilai yang harus dipertimbangkan.
Fakta empirik yang menunjukkan bahwa sebahagian besar orang Makean tidak lagi mencintai manika (togal) sebagai hasil karya dan rasa pendahulunya.  Problem yang hadapi dalam pelestarian togal bukan karena pengaruh budaya barat (Westernisasi) atau proses akulturasi dan asimilasi  budaya tertentu. Kompleksnya pengaruh kebudyaan luar turut dibenarkan serta dibiarkan menjadi kekuatan budaya baru. Ironi memang, di daerah-daerah yang monoculter,  yang tidak ada proses akulturasi asimilasi dan budaya togal (manika) pun mulai terjadi pergeseran dan penurunan sebagai budaya lokal. Sebut saja di Pulau Makean yang mulai hilang secara perlahan. Sehingga ini menimbulkankan pertanyaan mengapa justru togal (manika) tidak terkenal di daerahnya sendiri. Lalu apalagi yang kita banggakan dengan hasil karya, rasa dan cipta para pendahulu kita tersebut.
Oleh karena atas dasar argumentasi tersebut diatas, sebelum mengakhirinya, penulis ingin menyalurkan beberapa saran atas keprihatinan terhadap mulai menghilangnya nilai-nilai kearifan lokal terutama Togal (manika) sebagai salah satu karya Budaya Etnis Makean di antaranya: Menulis Sinopsis Togal (Manika), Gerakan Menjiwai Togal, menggalakkan gerakan pembuatan alat-alat pendukung Togal, Gerakan pembinaan pemain alat musik Togal secara dini, dan khususnya sekolah-sekolah di daerah yang mayoritas Etnis Makean perlu adanya penguatan kurikulum dan pembelajaran di bidang kearifan lokal khususnya Togal (Manika). Semoga bermanfaat. *sekian dan Terima/Syukur bahaya omo*

Jan 20, 2019

Mengenal Soloi dan Susiru

Alat Pertanian dan perlengkapan Dapur

Oleh: Karman Zein

SOLOI / SALOI

Sekedar mengenal salah satu alat digunakan oleh pekerja kebun yakni soloi. Soloi/saloi merupakan salah alat yang digunakan untuk mengisi atau mengangkut barang bawaan bila pergi atau pulang dari kebun. Bahan dasar  pembuatan saloi  adalah bambu (bulu). adapun bahan lain yang digunakan yaitu tali, dan pohon rotan.

Ditempat tertentu saloi tidak selamanya berbahan dasar bambu, sebut saja "Muas", dan Rotan", alasan pemilihan kedua bahan ini erat kaitannya dengan tingkat kelenturannya. Muas dan rotan merupaka sejenis pepohonan yang tumbuh di dataran tinggi.

Nama Lokal Soloi
  • Patani              : Belei
  • Makean luar    : Salei
  • Sula                  : Kal
secara fisiknya soloi  berbentuk kerucut dan kita akan berfikir dalam sisi kapasitas, soloi sangat sedikit isinya. akan tetapi terdapat alasan. kenapa harus kerucut?

Berdasarkan realitas  kehidupan masyarakat di Maluku Utara bahwa soloi/saloi lebih dekat dengan perempuan. Saloi berfungsi sebagai keranjang digunakan untuk mengangkut barang bawaan dari kebun. Bentuk kerucut, saloi mencirikan struktur dan pola serta perilaku masyarakat pekebun atau petani umumnya di Maluku Utara. dapat dijelskan bahwa struktur saloi yang terbuat dari bambu atau muas ini sangat fleksibel dalam penggunaannya.

Ternayata masyarakat dahulu kala merancang saloi dengan bentuk kerucut ini sangat beralasan, bentuk seperti pada gambar dibawah adalah bagian dari penyesuaian keadaan fisik manusia dan keadanan alam. Misalnya ketika seorang perempuan memakai saloi yang berisi muatan hasil kebun dan bergegas turun dari kebun yang notabene bergunung, dimana setiap langkah turun dari kebun membuat sesorang mengalami kecapean,  saat kelelahan atau kecapean, perlu beristirahat sejenak. pada saat itulah posisi saloi yang kerucut inilah membantu si pengguna.

Coba kita amati dibagian bawah saloi terdapat semacam alas gelang (Potongan Pipa), alas ini merupan bentukan penyesuaian yang fleksibel, dapat menjadi tumpuan ketika meletakkan saloi atau dengan kata lain seseorang duduk pada posisi lahan/tanah yang miring maka alas tersebut menjadi tumpuan penahan bagi pengguna. saloi lebih cocok digunakan bagi pekebun di gunung.

Gambar : Soloi/saloi


Tatapa merupakan alat perlengkapan dapur yang digunakan sebagai tapisan beras, jagung dan bahan makanan lainnya. tatapa terbuat dari bahan baku bambu yang dianyam sesuai bentuknya. tatapa juga di gunakan sebagai wadah mengeringkan bahan makan mentah.

Gambar: Susiru


Nama Lokal Susiru

Patani: lillogoe
Makean luar: Tatapa
Galela: Tatapa
Sula: Sid/Nyiru
 .
Bersambung.....Next deskripsion.

Nov 24, 2018

REFLEKSI HARI GURU, VITALITAS PROFESI GURU


VITALITAS PROFESI GURU 
(Refleksi Hari Guru -Selamat Hari Guru 2018)


Oleh: 
Karman Zein, M.Pd 
Direktur Pusat Studi Masyarakat Kepulauan / Ketua Ikatan Guru Indonesia Kota Ternate



"Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak,
akan tetapi kita membutuhkan pada masa dewasa". (JJ Rousseu)

Diskursus tentang membangun pendidikan tentu akan disejajarkan dengan partisipasi guru dalam aktivitasnya yakni mencerdaskan anak bangsa sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu “setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak”. Mendapatkan pengajaran yang layak, guru semata-mata bukan hanya sekedar menjadikan anak didik sebagai objek transformasi pengetahuan belaka tetapi lebih menekankan pada pembentukan kepribadian.

Menempuh pendidikan guru yang lakoni selama bertahun-tahun di Perguruan Tinggi bahkan setelah itu melalui kegiatan peningkatan kapasitas lainnya, dengan harapan menjadi guru profesional agar dapat membantu menciptakan anak didik berkeperibadian sesuai cita-cita luhur bangsa. Eksistensi guru sebagai salah satu instrumen penting dari sebuah sistem pendidikan yang pada hakikatnya membangun kepribadian anak bangsa. Sebagaimana Tujuan pendidikan yang dimaksukan Ki. Hajar Dewantara yakni Pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, selain itu argumentasi John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

Proses pembentukan kepribadian ataupun kecakapan lainnya merupakan tantangan guru di erah serba praktis ini, serba praktis bukan berarti pekerjaan seoarang guru semakin praktis pula terutama berkaitan dengan pembentukan kepribadian anak didik. Dalam hal ini guru sebagai suatu komponen penting untuk menjamin serta melahirkan anak didik berkeperibadian luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa melihat dimana zaman, artinya profesi guru sejauh ini sangat diperlukan dalam dunia pendidikan sebab eksistensi dan perannya sejauh ini belum tergantikan dengan teknologi macam apapun.


Profesi
Munculnya profesi sebagai suatu kekuatan moral pada masyarakat (moral community) yang dibarengi dengan pengaturan diri seorang guru (Self Regulation) Gambaran tentang profesi dapat kita simak analogi berikut ini, sebut saja dokter dan guru, kedua profesi ini berhubungan langsung dengan manusia pada aspek jasmani dan rohani. Contohnya, berbahaya ketika dokter salah mendiagnosa sebuah penyakit, kemungkinan akan terjadi malpraktek, kelebihan dan kemampuan seorang dokter yaitu mampuh menyembuhkan penyakit bahkan bisa membuat manusia mati, secara manusiawi ini merupakan suatu pekerjaan yang amat berat.
Sama beratnya dengan profesi guru, yang tentu berkaitan perilaku dan kepribadian manusia, hal yang perlu diperhatikan adalah penerapan kurikulum tersembunyi  (Hidden curriculum), bayangkan saja,  berjuta guru di Indonesia diantaranya 100 guru menyampaikan doktrin yang abnormal /dirusak pikiran anak didik itu artinya terdapat kurang lebih 32 anak di kelas setara dengan 3.200 anak . Dengan demikian nasib bangsa ini tergantung “GURU” Kami bangga jadi “GURU” pendek kata membangun kekutan moral (Moral Force) tergolong sangatlah berat. Dengan demikian berterima kasihlah kepada guru kalian sebab sejauh ini mereka tetap konsisten dengan ikrar dan kode etik mereka, sekalipun mereka diberi upah yang tidak sesuai bahkan diantara mereka merelakan diri demi anak bangsa dimasa datang.

Hukum-Hukuman
Guru bekerja dalam waktu yang tidak terbatas 1x24 jam merupakan waktu yang tidak cukup untuk mengubah perilaku ataupun kepribadian anak didik. Siklus mendidik dan mengajar dalam waktu tersebut termasuk waktu yang padat. malang nasib mereka, waktu malam mestinya dihabiskan bersama keluarga tapi malah menyelesaikan tugas anak didik, setelah itu dilanjutkan dengan menyusun rencana pelajaran, kemudaian menyiapkan materi pelajaran, besoknya ke sekolah masih ada anak didik yang membawah masalahnya dari rumah, keadaan seperti berlangsung hampir setiap saat dan terus berulang.
Guru juga manusia tentu, kadang diperhadapkan dengan emosi yang cenderung tidak stabil, kadang penyampaikan guru sukar diterima oleh anak didik, pertanyaannya apakah kita tidak profesional ataukah kita tidak mengusai materi. Ini problematika yang sering terjadi. Singkatnya ketika guru memaksakan anak didik untuk mampu seperti yang diharapkan, disitulah gejolak yang sebenarnya bagi seorang guru.
Lalu ketika terdapat kesalahan, guru mencoba men-stressing dengan memberi hukuman kepada anak didik, adapun hukuman kepada anak didik sangat beragam tergantung tingkat kesalahan, sampai pada tingkatan berani mengambil sikap untuk memukul anak didiknya dengan rotan, secara tidak sadar hukuman semacam ini, banyak berakhir di meja hukum, dulunya, Mengutip pepata lama “Di Ujung Rotan Guru ada Emas, namun masa kini bergeserlah nilai itu menjadi diujung rotan Guru terdapat Pidana”. Inilah hukum-hukuman bagi guru.

Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Guru Ku, Sahabat Ku Guru;
Hari ini, Minggu 25 November 2018
Marilah kita kembali BERIKRAR,

1.   Kami Guru Indonesia adalah Insan Pendidik Bangsa yang Beriman dan Taqwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2.   Kami Guru Indonesia, adalah Pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi  Kemerdekaan Republik Indonesia, Pembela dan Pengamal Pancasila yang setia pada UUD 1945
3.   Kami Guru Indonesia, Bertekad, bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
4.   Kami guru Indonesia, bersatu dalam wadah Organisasi Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan
5.   Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdiannya terhadap bangsa, Negara dan Kemanusiaan


(SELAMAT HARI GURU 2018)
Gunakanlah Moto  Kementerian Agama
 ”IKLAS BERAMAL” Insya Allah Berkah