VITALITAS PROFESI GURU
(Refleksi Hari Guru -Selamat Hari Guru 2018)
Oleh:
Karman Zein, M.Pd
Direktur Pusat Studi Masyarakat Kepulauan / Ketua Ikatan Guru Indonesia Kota Ternate
![]() |
"Pendidikan
adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak,
akan
tetapi kita membutuhkan pada masa dewasa". (JJ Rousseu)
Diskursus tentang membangun
pendidikan tentu akan disejajarkan dengan partisipasi guru dalam aktivitasnya
yakni mencerdaskan anak bangsa sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 yaitu “setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan
pengajaran yang layak”. Mendapatkan pengajaran yang layak, guru semata-mata
bukan hanya sekedar menjadikan anak didik sebagai objek transformasi
pengetahuan belaka tetapi lebih menekankan pada pembentukan kepribadian.
Menempuh pendidikan
guru yang lakoni selama bertahun-tahun di Perguruan Tinggi bahkan setelah itu
melalui kegiatan peningkatan kapasitas lainnya, dengan harapan menjadi guru
profesional agar dapat membantu menciptakan anak didik berkeperibadian sesuai
cita-cita luhur bangsa. Eksistensi guru sebagai salah satu instrumen penting
dari sebuah sistem pendidikan yang pada hakikatnya membangun kepribadian anak
bangsa. Sebagaimana Tujuan pendidikan yang dimaksukan Ki. Hajar Dewantara yakni
Pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, selain itu
argumentasi John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
Proses pembentukan
kepribadian ataupun kecakapan lainnya merupakan tantangan guru di erah serba
praktis ini, serba praktis bukan berarti pekerjaan seoarang guru semakin
praktis pula terutama berkaitan dengan pembentukan kepribadian anak didik. Dalam
hal ini guru sebagai suatu komponen penting untuk menjamin serta melahirkan
anak didik berkeperibadian luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa
melihat dimana zaman, artinya profesi guru sejauh ini sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan sebab eksistensi dan perannya sejauh ini belum tergantikan
dengan teknologi macam apapun.
Profesi
Munculnya profesi
sebagai suatu kekuatan moral pada masyarakat (moral community) yang dibarengi
dengan pengaturan diri seorang guru (Self
Regulation) Gambaran tentang profesi dapat kita simak analogi berikut ini,
sebut saja dokter dan guru, kedua profesi ini berhubungan langsung dengan
manusia pada aspek jasmani dan rohani. Contohnya, berbahaya ketika dokter salah
mendiagnosa sebuah penyakit, kemungkinan akan terjadi malpraktek, kelebihan dan
kemampuan seorang dokter yaitu mampuh menyembuhkan penyakit bahkan bisa membuat
manusia mati, secara manusiawi ini merupakan suatu pekerjaan yang amat berat.
Sama beratnya dengan
profesi guru, yang tentu berkaitan perilaku dan kepribadian manusia, hal yang
perlu diperhatikan adalah penerapan kurikulum tersembunyi (Hidden
curriculum), bayangkan saja, berjuta
guru di Indonesia diantaranya 100 guru menyampaikan doktrin yang abnormal /dirusak pikiran anak didik itu
artinya terdapat kurang lebih 32 anak di kelas setara dengan 3.200 anak .
Dengan demikian nasib bangsa ini tergantung “GURU” Kami bangga jadi “GURU”
pendek kata membangun kekutan moral (Moral
Force) tergolong sangatlah berat. Dengan demikian berterima kasihlah kepada
guru kalian sebab sejauh ini mereka tetap konsisten dengan ikrar dan kode etik
mereka, sekalipun mereka diberi upah yang tidak sesuai bahkan diantara mereka
merelakan diri demi anak bangsa dimasa datang.
Hukum-Hukuman
Guru bekerja dalam
waktu yang tidak terbatas 1x24 jam merupakan waktu yang tidak cukup untuk
mengubah perilaku ataupun kepribadian anak didik. Siklus mendidik dan mengajar
dalam waktu tersebut termasuk waktu yang padat. malang nasib mereka, waktu
malam mestinya dihabiskan bersama keluarga tapi malah menyelesaikan tugas anak
didik, setelah itu dilanjutkan dengan menyusun rencana pelajaran, kemudaian menyiapkan
materi pelajaran, besoknya ke sekolah masih ada anak didik yang membawah
masalahnya dari rumah, keadaan seperti berlangsung hampir setiap saat dan terus
berulang.
Guru juga manusia tentu,
kadang diperhadapkan dengan emosi yang cenderung tidak stabil, kadang
penyampaikan guru sukar diterima oleh anak didik, pertanyaannya apakah kita
tidak profesional ataukah kita tidak mengusai materi. Ini problematika yang
sering terjadi. Singkatnya ketika guru memaksakan anak didik untuk mampu
seperti yang diharapkan, disitulah gejolak yang sebenarnya bagi seorang guru.
Lalu ketika terdapat
kesalahan, guru mencoba men-stressing
dengan memberi hukuman kepada anak didik, adapun hukuman kepada anak didik
sangat beragam tergantung tingkat kesalahan, sampai pada tingkatan berani
mengambil sikap untuk memukul anak didiknya dengan rotan, secara tidak sadar
hukuman semacam ini, banyak berakhir di meja hukum, dulunya, Mengutip pepata
lama “Di Ujung Rotan Guru ada Emas, namun masa kini bergeserlah nilai itu
menjadi diujung rotan Guru terdapat Pidana”. Inilah hukum-hukuman bagi
guru.
Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Guru Ku, Sahabat Ku Guru;
Hari ini, Minggu 25 November
2018
Marilah kita kembali BERIKRAR,
1. Kami Guru Indonesia adalah Insan Pendidik Bangsa yang
Beriman dan Taqwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Kami Guru Indonesia, adalah Pengemban dan pelaksana
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, Pembela dan Pengamal Pancasila yang setia pada UUD 1945
3. Kami Guru Indonesia, Bertekad, bulat mewujudkan tujuan
nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Kami guru Indonesia, bersatu dalam wadah Organisasi
Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan
bangsa yang berwatak kekeluargaan
5. Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru
Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdiannya terhadap
bangsa, Negara dan Kemanusiaan
(SELAMAT HARI
GURU 2018)
Gunakanlah
Moto Kementerian Agama
”IKLAS BERAMAL” Insya Allah Berkah
No comments:
Post a Comment