May 13, 2019

PERAN PARTISIPATIF WUJUDKAN PAUD DAN PNF YANG BERDAYA SAING


PERAN PARTISIPATIF WUJUDKAN PAUD DAN PNF YANG BERDAYA SAING
Oleh: Karman Zein (Putaka Malut)

Dok.Pustaka Malut
          Mengawali tulisan ini dengan mengutip pendapat yang dikemukakan oleh  Salah satu Guru Besar Universitas Negeri Malang; Terdapat tiga factor yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan pendidikan terutama pada pembelajaran yaitu: Hardware  (perangkat keras) Software (perangkat lunak) dan  Brainware (perangkat pikir). Essay ini tidak bermaksud menjelaskan secara detail perangkat-perangkat tersebut, akan tetapi menjadi sebagai sudut pandang sekaligus realiatas yang dihadapi oleh Lembaga pendidikan yang beraktivitas di daerah kepulauan 

Sebagai representasi peningkatan mutu standar pendidikan baik formal maupun non-formal. Terutama dalam pelaksanaan Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal  (PNF). Indikator tersebut mendorong kita sebagai bahagian dari badan akreditasi untuk tetap berpedoman pada petunjuk pelaksanan Akreditasi agar setiap lembaga pendidikan non-formal lebih serius meningkatkan diri demi kualitasnya. 

Apalagi dengan kondisi Maluku Utara sebagai suatu daerah yang berbasis kepulauan, menjadi mutlak bagi setiap lembaga pelaksana PAUD dan PNF untuk berkomitmen mendorong pendidikan yang setara secara nasioanl, tanpa melihat perberbedaan-perbedaan secara geografis. Tentu akan menjadi alasan  sebagian Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal (PNF) adalah keterbatasan sarana (hardware), serta perpustaakaan dan Lab (software) hanya sebatas penyedian gedung perpustakaan dan Labnya saja tanpa dibarengi dengan perangkat yang memadai didalamnya kemudian tidak dibarengi pula dengan sistem Pamong  (brainware) yang profesional. 

Namun alasan-alasan tersebut sangat realistiis dan bahkan terjadi pada samua satuan pendidikan formal, apalagi pendidikan masyarakat seperti PAUD dan PNF, akan tetapi untuk kepentingan pendidikan yang berkualitas.  Upaya mendorong pelaksanaan akreditas pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal, diperlukan peran partisipatif bagi semua staekholder pendidikan terkait. Harapannya agar setiap lembaga PAUD dan PNF terus meningkatkan diri. Jika kemudia badan Akreditasi Nasional Provinsi ketika melakukan program visitasi maka semua standarnya telah terpenuhi dan layak untuk nilai. 

Penilaian ini tidak bersifat administratif bagi lembaga PAUD dan PNF akan tetapi lebih komprehensif dalam rangka pengembangan kedepan, sehingga tidak terdapat istilah mengkondisikan atau sekedar memenuhi standar administrasi BAN-PAUD dan PNF Provinsi demi kepentingan visitasi sesaat. Jika tradisi semacama ini kita pertahankan maka apa jadinya kualitas PAUD dan PNF di Maluku Utara. 

Tanggungjawab yang bersifat partisipatif tentu diperuntukan bagi setiap pemangku kepentingan terkait. Seperti Dinas Pendidikan, Lembaga pelaksana, Unsur Masyarakat, dan tentu adalah Badan Akreditas Nasional (BAN) PAUD dan Pendidikan Non-Formal untuk tetap bekerja sesuai dengan koridor masing-masing. Misalnya pemerintah membantu secara fisik maupun non-fisik dan tidak sepenuhnya dibebankan kepada lembaga PAUD yang dikelola oleh masyarakat. Artinya, skala perioritas pemerintah harus diwujudkan, dengan memberikan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. 

Dengan demikian, diperlukannya Peran Badan Akreditasi Nasional, dengan Harapan dapat mendorong serta memacu komitmen lembaga pendidikan anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non-Formal di daerah khususnya provinsi Maluku Utara untuk meningkatkan diri secara kelambagaan, baik dalam sisi Pamong, Sarana dan pra-sarana serta faktor pendukung lainnya. Kemudia Lembaga harus merancang dan mampu mewujudkan visi, misi serta program priotasnya, Agar kelak pemerintah tetap mensupotr setiap program yang akan di lakukan, karena pada dasarnya Badan Akreditasi Nasional di Provinsi Akan memberikan predikat Akreditasi yang pantas untuk setiap lembaga sesuai dengan pemenuhan standar yang telah ditetapkan.

May 3, 2019

PUSARAN GURU DALAM JABATAN

Pusaran Guru Dalam Jabatan
Refleksi Haridiknas

Oleh:
Karman Zein

Binner Ucapan Hari Diknas 2019

         Guru dalam jabatan sebagaimana dijelaskan  dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 18 Tahun 2007 dan peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.  Guru memperoleh gelar (jabatan) profesional tidak berkaitan dengan jabatan di pemerintahan desa. Pelibatan Guru pada jabatan di pemerintahan desa tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1) menjelaskan Guru adalah Pendidik profesional dengan tugas  utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dipertegas pada Penjelasan Bagian Kelima bahwa Pembinaan dan Pengembangan guru, pasal 35 ayat (1) tentang beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan.  ayat (2) berbunyi Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 Jam (dua puluh empat jam) tatap muka dalam satu minggu.
Pada pasal 32  ayat (1) sebelumnya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi serta karier. Ayat (2) menyebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimakud pada ayat (1) meliputi Kompotensi Pedagogik, Komptensi Keperibadian, Komptensi Sosial, dan Komptensi Profesional.
Barometer Kompetensi profesional guru tidak diukur dari seberapa banyak guru memangku jabatan pemerintahan atau berpartisipasi dalam dunia politik. Akan tetapi telah jelas diatur pada peraturan sebaimana disebutkan diatas, serta mengikuti tahapan dan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. menjadi guru profesional akan dibuktikan dengan sertifikat pendidik melalui Program Pendidikan Latihan dan Profesi Guru (PLPG). Lalu bagaiamana dengan mereka yang belum tersertifikasi?, pada prinsipnya setiap guru akan dinilai untuk menjadi guru profesional melalui program sertifikasi guru dalam jabatan. Oleh karena itu sebagai guru,  baik yang telah memperoleh gelar profesional maupun yang belum memiliki gelar profesional dituntut untuk tetap konsisten pada profesi yang diemban.
Guru memiliki Tanggungjwab sebagai masyarakat, dijelaskan dalam kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial yang mengejewantahkan guru sebagai pribadi dalam masyarakat, memerlukan peran dan keterlibatannya terhadap berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Termasuk peran dalam membangun lingkungan sosial yang kondusif  serta menciptakan suasana keadilan di masyarakat. Sebab dipundak guru terdapat keteladanan yang patut ditiru, oleh karena itu ketika terdapat sebagian guru yang melibatkan diri pada pemerintahan desa justru dihawatirkan menghilangkan nilai keteladanan. Jelas bahwa dinamika pemerintahan di desa saat ini turut menyita perhatian kita semua akibat adanya konflik interest di masyarakat.  Pada kondisi tersebut guru di harapkan mampu memposisikan diri sebagai penyeimbang (Check and balances).
Selain itu kompetensi sosial menurut tafsiran penulis adalah menciptakan rasa adil, mampu hidup bermasyarakat, mengabdi kepada masyarakat, dan menyiapkan anak didik untuk menjadi teladan dalam masyarakat. Sehinngga oleh pemerintah daerah juga bertindak hati-hati, adil dan bijaksana. Adil dalam pengertian,  mereka yang di SK-kan sebagai guru dengan status PNS, PTT, Honor Daerah, Kontrak dan lain sebagainya, agar fokus pada profesinya. Jika  dibutuhkan jasanya untuk mengabdi kepada masyarakat maka konsekuensinya adalah melepaskan status ikatan dinas (guru) tersebut, ketika memiliki jabatan politis maupun struktrural di permerintahan desa. Disisi Psiko-sosial, guru adalah anggota  masyarakat yang hidup ditengah keberagaman paham, adat dan lain sebagainya. guru diharapkan menjadi contoh dan teladan bagi siapapun tanpa membedakan asal-usul, dan yang paling terpenting guru tidak terikat pada jabatan apapun selain jabatan profesi.
Problem yang kita hadapi dalam dunia pendidikan saat ini adalah terbatasnya tenaga guru di sekolah. Penyebabnya bukan tidak ada tenaga guru akan tetapi pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu membiaya mereka para guru. Fakta menunjukkan bahwa beberapa perguruan tinggi di provinsi Maluku Utara telah meluluskan banyak alumni di bidang keguruan. Akan tetapi, dikarenakan beban APBN dan ABPD juga terbatas sehingga belum bisa mengakomodir semuanya untuk menjalan profesi sebagai guru. 

Baca juga REFLEKSI HARI GURU, VITALITAS PROFESI GURU  https://pustakamalut.blogspot.com/2018/11/refleksi-hari-guru-vitalitas-profesi.html  

Adapun terdapat putra-putri yang telah diakomodir oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Kota maupun Provinsi melalui unit sekolah untuk bekerja secara profesional sesuai hak dan kewajiban yang telah diemban. Hak dan kewajiban berkaitan dengan tunjangan yang didapat serta kewajiban menjalani tugas pokok sebagai guru, tunjangan yang kita peroleh bersumber dari masyarakat  yang disalurkan melalui APBN dan APBD. Misalnya Kabupaten Halmahera Selatan merupakan salah satu daerah dengan kebijakan guru yang perlu diapresiasi akan tetapi lemahnya pengawasan terhadap kebijakan tersebut menyebabkan sebagian dari mereka (guru) justru memilih berjibaku dengan jabatan di pemerintahan desa. Efek yang ditiimbulkan akibat keterlibatan oknum guru dalam posisi strategis desa berdampak langsung pada tugas pokok sebagai guru,  Padahal mereka diberi honor untuk mengabdi kepada masyarakat melalui jalur pendidikan bukan sebaliknya.
Hanya saja paradigma  yang berkembang pada masayarakat desa, guru mengetahui segalanya termasuk memimpin pemerintahan di desa. Sehingga wajar untuk diberi tugas lain selain mengajar. Sehingga oleh pemerintah daerah dapat secara bijaksana mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan pemerintahan di desa.
Seperti yang kita ketahui bersama kebijakan satu desa satu milyar juga berkontribusi terhadap pola pikir masyarakat yang deskruktif, termasuk oknum guru tertentu. oleh  Pemerintah daerah, apabilah ikut melegitimasi kondisi tersebut maka inilah yang disebut dengan proses penzaliman terhadap masyarakat (malpraktek dalam pendidikan). Mestinya pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang relevan sesuai dengan regulasi. Mungkin kebijakan strategis yang perlu didorong adalah sesuai dengan kebutuhan disekolah misalnya mengembangkan potensi akademik serta  mendorong pembatasan terhadap guru atas tugas tambahan diluar sekolah seperti menjabat Plt Kepala Desa dan Sekretaris Desa,  karena ini sangat berdampak terhadap Tugas pokok sebagai gur.
Mekanisme dan penjabaran atas tugas tambahan guru terbatas di Lingkungan sekolah serta pada instansi terkait. belum ada satupun  aturan yang menjelaskan tugas tambahan guru adalah pejabat desa atau sekreatris desa. saya pikir pada momentum hari guru 2017 adalah waktu yang tepat untuk direfleksikan. Sisi regulasi dan realitas telah dijelaskan sebelumnya dan ini dipandang penting untuk menjadi bahan renungan kita bersama. Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah mendorong program yang berkaitan dengan inovasi yang berkesinambungan. Misalnya mendorong guru-guru yang berprestasi untuk lanjut studi, Program Pembinaan Calon Pengawas Sekolah, mendorong guru berkualifikasi akademik yang telah memenuhi syarat untuk diajukan memperoleh sertifikat dan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS), Tugas Tambahan Bidang Pembinaan Kekaryaan, Seni, Olahraga  dan lain sebagainya. Sekian, Terima Kasih**********Selamat Hari Diknas 2 Mei 2019**********