Dec 15, 2018

BAHASA TETINE SEBAGAI IDENTITAS

Ejaan Makean Barat

1. Karman Zein
2. Devisi Litbang Pustaka Malut

Gambar: Badrop Kegiatann FGD

Pustaka Malut. Kegiatan ini diprakarsai Oleh Devisi Litbang Pusat Studi Masyarakat Kepulauan (Pustaka) Maluku Utara bekerja sama dengan Program Studi Pendidikan Geogarfi STKIP Kie Raha Ternate. Minggu, 29 Juli 2018 di desa Busua Kec. Kayoa Barat Kab. Halmahera Selatan. 

Masyarakat desa Busua merupakan representativ sub etnis Makean Barat (Makean Luar), Misalnya Sebelei, Talapaon, Mateketen, Bobawa, Ombawa, tegono dan Malapat. Mula-mula Desa ini bercirikan masyarakat homogen akan tetapi seiring berkembangnya waktu, telah terjadi asimilasi dan akulturasi budaya akibat adanya faktor perkawinan dengan selain orang/masyarakat setempat. faktor lainnya yang berkontribusi terhadap menurunnya penggunaan bahasa daerah yakni percepatan sistem teknologi informasi komunikasi.

Kegiatan ini merupakan salah satu program jangka panjang Devisi Litbang Pustaka Malut. adapun kegelisaan yang menjadi sorotan kami salah satunya adalah penggunaan bahasa daerah sebagai identitas terutama bagi masyarakat Makean Luar. atas dasar data serta fakta di lapangan ternyata pada usia anak-anak mereka sudah jarang menggunakan Bahasa Tetine (Makean Luar).

Adapun tahapan dalam kegiatan ini berkaitan dengan  Penelitian Bidang Bahasa Daerah dalam hal ini adalah Bahasa Tetine (Makean Luar), harapannya adalah eksistensi bahasa tetap terjaga.

 
Gambar: Nampak Audience/Tokoh masyarakat serius dalam permbincangan terkait bahasa Makean Luar (tetine)


Gambar: Tokoh Masyarakat yang berpatisipasi dalam kegitan FGD

Gambar: Bentuk Ejaan Makian Barat (Tetine)



Gambar: Form/tabel yang digunakan dalam kegiatan

Kegiatan ini masih dalam tahap proses. Dokumentasi dan Dekripsi diatas adalah gambaran singkat yang bersifat sementara.

(.....Bersambung....)

Sumber: Litbang Pustaka Malut

Nov 27, 2018

PENDEKATAN PENELITIAN KUALITATIF



Matakuliah Metodologi Penelitian Kualitatif, Program Studi Pendidikan Geografi, STKIP Kie Raha Ternate

Gambar: Ilustrasi Qualitative Research

MEMAHAMI PENDEKATAN KONSTRUKSI DAN FENOMENOLOGI

Oleh:
Karman Zein, M.Pd
Terdapat banyak perspektif dalam memahami penelitian kualitatif, baik dalam pandangan Naturalistik dengan memandang sebuah realitas atau fenomena secara alamiah (Natural Setting) maupun pandangan Positivistik yang memandang bahwa untuk realitas didasarkan pada metode ilmiah (scientific method).
Dalam dunia penelitian baik itu penelitian kualitatif maupun kuantitatif, terdapat macam dan bentuk  penelitian sesuai dengan peruntukannya. Senada dengan S. Arikunto, berkenaan dengan jenis dan spesialisasi dan interes, maka tentu suatu bidang ilmu yang diteliti banyak sekali rangamnya menurut siapa saja yang mengadakan penelitian. Dalam berbagai macam persoalan baik itu  pendidikan, ekonomi, pertanian, kedokteran dan sebagainya.
Metodologi penelitian secara umum dapat dikenal juga sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang bagaimana kegiatan penelitian dilakukan. Berbicara tentang penelitian setidaknya harus memahami tiga  pokok persoalan yakni: prinsip, prosedur dan proses dalam kegiatan penelitian.
Seiring perkembangan zaman perang paradigma penelitian mulai berkembang sehingga membutuhkan peran peneliti secara spesifikasi. beberapa paradigma penelitian yang sejauh ini dikenalkan oleh Abbas dan Carles yakni positivis yang merupakan kerangka dasar konseptual yang disebut dengan penelitian kuantitatif sementara konstruktivisme mendasari apa yang disebut dengan kualitatif. Dari uraikan ini menunjukkan bahwa perang paradigma penelitian saat ini sangat kental dari penelitian kuantitatif maupun kualitatif dari metode penelitian ini masing-masing mengklaim keunggulannya. Namun secara ilmiah sebagai peneliti tentu tidak menerima begitu saja.
Salah satu  gagasan terpenting dari paradigma fenomenologi yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian kualitatif adalah gagasan tentang bagaimana seharusnya peneliti didalam memandang realitas sosial, fakta sosial atau fenomena  sosial yang menjadi masalah didalam penelitian. Menurut paradigma fenomenologi bahwa realitas itu tidak semata-mata bersifat tunggal, objektif, terukur (measurable), dan dapat ditangkap oleh pancaindera sebagaimana pandangan dari paradigma positivisme. Namun berbeda dengan itu bahwa menurut paradigma fenomenologi realitas itu bersifat ganda atau dualisme dan subyektif interpretatif atau hasil penafsiran subyektif.
          Berbicara tentang persoalan prinsip sebagai persoalan pertama,  yang menjadi masalah  adalah apa    prinsip yang mendasari penelitian kualitatif. Prinsip adalah dasar, landasan atau fondasi yang mendasari setiap kegiatan penelitian. Membicarakan tentang prinsip dalam penelitian berarti berbicara  tentang paradigma atau perspektif yang digunakan sebagai sandaran dalam penelitian. Paradigma atau perspektif secara sederhana acapkali diartikan sebagai sudut pandang atau cara pandang. Adapun menurut Thomas Kuhn dalam Abbas dan Carles  paradigma didefinisikan sebagai suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (suject matter) dari suatu cabang ilmu.
Pada penelitian kualitatif terdapat beberapa bentuk penelitian yang dimulai dari metode penelitian deskript hingga metode grounded theory. Ini sebabkan pada selera masing-masing peneliti, tergantung apa yang menjadi kesenangan seseorang pada suatu objek penelitian. Arikunto menjelaskan bahwa akhir-akhir ini banyak dibicarakan orang tentang penelitian kualitatif  sesuai kebiasaan, orang lebih menyenangi barang baru, lalu ada kecenderungan adanya pandangan lebih terhadap hal yang baru tersebut.
Berdasarkan uraian serta beberapa pandangan diatas pada pembahasan ini kami bermaksud menyajikan metode penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi. Penelitian fenomenologi merupakan salah satu penelitian kualitatif. Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Fenomenologi mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep kunci yang intersubyektif. Karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untu'k menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala.

Konsep dan Pendektan Konstruksi Fenomenologi
Untuk memahami tentang penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi maka sebelum perlu memahami dulu tentang konsepnya. Menurut A. Fatchan penelitian fenomenologi bersifat induktif dengan mengandalkan atau memahami makna yang ada dibalik fenomena (noumena) yang dideskripsikan secara rinci. Pendekatan penelitian ini dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Tujuan penelitian konstruksi dan fenomenologi berupa pemahaman terhadap respon atas keberadaan individu manusia dalam suatu pengalaman yang dipahaminya  dalam berinteraksi.
Asumsi dari pendekatan fenomenologi adalah bahwa bagi individu yang melakukan interaksi dengansesamanya ada atau dijumpai banyak cara penafsiran pengalaman. Makna dari pengalaman itulah yang sebenarnya membentuk realitas tindakan yang ditampakkan/digejalakan oleh masing-masing individu (water dkk, dalm A. Fatchan)
Pendekatan fenomenologi diartikan sebagai  studi tentang cara memahami dan mengungkapkan fenomena (gejala-gejala yang muncul atas kesadaran masing-masing manusia) yang ada dalam konteks kehidupan masyarakat. Pemahaman dilakukan dengan menggunakan panca indera, untuk memahami apa yang ada dibalik gejala yang tampak itu (noumena). Kajian fenomenologi ini sejatinya dimulai sejak dari pandangan Husrell, dkk.
Hakekatnya prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian, dunia intersubyektif (dunia kehidupan) atau juga disebut Lebenswelt terbentuk. Fenomenologi bertujuan mengetahui bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna (makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. (Bajari’s: 2008

Dalam fenomenologi, setiap individu secara sadar mengalami sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada yang pada kemudian menjadi pengalaman yang senantiasa akan dikonstruksi menjadi bahan untuk sebuah tindakan yang beramakna dalam kehidupan sosialnya.
Manakala berbicara sesuatu yang dikonstruksi, tidak terlepas dari interpretasi pengalaman di dalam waktu sebelumnya. Interpretasi itu sendiri berjalan dengan ketersediaa dari pengetahuan yang dimiliki. Namun demikian, sebagai mana proses interpretasi, harus diperhatikan kemampuan menangkap lebih jauh atau melihat sesuatu lebih jauh (seeing beyond) dalam fenomena yang sedang dikonstruksi itu.

a.      Aliran Pendekatan Fenomenologi
Dalam penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi sebagaiman tidak berdiri sendiri namun ada beberapa aliran atau mazhab yang mendasari sebagaimana ditulisa A. Fatchan dalam bukunya yang berjudul sepuluh langkah penelitian kualitatif  pendekatan kontruksi dan fenomenologi, metode penelitian kualitatif, yakni sebagaimana diuraikan berikut ini:

Fenomenologi Alfred Husserl
Husserl (1967), merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode fenomenologi, dengan argumentasi bahwa kajian berbasis fungsionalisme dan konflik tampak cenderung bersifat struktural. Sedangkan kajian psikologi sosial cenvderungg pada penjelasan interaksi sosial dan makna suatu tingkah laku sosial.
Fenomenologi Husserl sebenarnya sebagai pelengkap pendekatan behaviorisme, yang berusaha memahami tingkah laku manusia dari apa yang ditampakkannya. Berdasarkan kesadara intensionalitas jiwa kegiatan manusia tertuju pada objek spesifik yang berkenaan dengan pengalaman, pengetahuan dan pekerjaan jiwa.

Fenomenologi Max Scheler dan Max Weber
Dalam pandangan Scheler, pendekatan fenomenologi itu berpedoman bahwa untuk mendapatkan hakekat (eksistensi) suatu tindakan manusia yang sebenarnya, harus melalui proses reduksi atau penyaringan etika, yang berupa nilai dan moral agama/religi, sebagai dasar penilikan hakekat. Dengan demikian penomenologi dalam pandangan Scheler bahwa setiap tindakan manusia yang digejalakan itu pasti terkait dengan reduksi penyaringan etika, nilai, dan berbagai norma agama atau religi yang melingkupinya.
Sejalanjutnya pandangan Weber,  menurutnya memahami motive dan arti atau makna tindakan manusia itu pasti terkait dengan kausalitasnya. Karena makna itu sendiri merupakan komponen kausal dari suatu tindakan. Dengan begitu tindakan individu adalah suatu tindakan subjektif merujuk pada makna aktor pelaku itu sendiri atas dasar motif agar supaya yang sebelumnya mengalami intersubjektifitas berupa hubungan interaksi antar person yang bersifat unik.

Fenomenologi Alfred Schutz
Schutz berpandangan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang terkait dengan disaat orang mulai merefleksikan dunia yang telah terreduksi, maka ia akan segera menemukan bahwa dunia bukanlah bersfifat pribadi, tetapi merupakn suatu dunia makna dan nilai yang telah diciptakan secara intersubjektivitas. Konteks makna mencul kepermukaan tatkala seorang melihat, meninjau dan memeriksa kembali situasi dan kondisi sebelumnya yang kemudian hal  tersebut dipakai sebagai alasan penyebab tindakannya. Demikian tindakan seseorang itu sebenarnya sangat dipengaruhi oleh ruang dan waktu (time and Space) dimana individu manusia itu berbeda.
Bahwa pemahaman terhadap tindakan seseorang itu tidak hanya didasari pengaruh dari dalam dirinya sendiri, tetapi juga pengaruh tindakan dari orang lain dan sosiobudaya yang ada selama kehidupan seseorang.jadi tindakan manusia adalah atas dasar kesadaran akal sehatnya. Dengan kata lain dunia ini adalah milik kita dan bukan hanya sekedar milikku.

Fenomenologi Peter L. Berger
Fokus fenomenologi Berger adalah makna subjektif individu pada aktivitas rasional, bebas dan tidak tergantung secara mekanistik. Aktivitas manusia terus dipahami secara verstehen sebagaimana keberadaannya yang bermakna bagi aktor dalam masyarakatnya. Aktivitas itu diinterpretasikan secara intensionalitas dalam kehidupan sehari-hari, ditampakkan dalam perbuatan, pembicaraan dan tindakan individu
Asumsi Berger adalah jka dunia yang dibangun secara sosial adalah (terutama) suatu penataan pengalaman, maka penataan pengalaman itu diterapkan pada pengalaman dan makna yang mempunyai karakter tersendiri dari masing-masing individu.  Hal itu karena setiap tindakan sosial mengisyaratkan bahwa setiap makna itu diarahkan kepada orang lain. Interaksi sosial yang terus berkelanjutan mengisyaratkan  makna-makna dari aktor yang diintegrasikan ke dalam suatu penataan makna bersama.

b.      Memahami Noumena Individu Ala Berger dan Luckman
Suatu penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologi pasti terkait dengan dengan suatu pemahaman perilaku yang difenomenakan oleh individu. Realitas yang dibidik adalah perilaku sosial (yang difenomenakan oleh) para individu-individu yang memang kenyataannya berbeda-beda.
Pada suatu riset dengan menggunakan pendekatan fenomenologi ala Berger pasti terkait dengan dialetika. Lebih lanjut untuk proses dialetika tersebut, untuk melengkapi interpretai dari berbagai data yang muncul dilapangan sebagaimana yang dijumpai para peneliti, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Proses eksternalisasi
2.      Proses objektivitas
3.      Proses internalisasi

Pendekatan Fenomenologi Psiko-sosio (ala A. Fatchan)
Dalam dunia makna senantiasa terkait dengan persepsi, karena persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang peroleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, serta persepsi senantiasa dipengaruhi oleh faktor Fungsional dan struktural. Suatu makna tidak hanya dapat dilihat bagaimana mental seseorang menciptakan makna dan simbol, tetapi lebih dari itu, bagaimana seoarng berinteraksi pada umumnya dan melaksanakan sosiolisasi pada khususnya.

Langkah atau Tahap-tahap dalam Penelitian konstruksi dan Fenomenologi
Penelitian merupakan proses yang terstruktur dan terencana, sehingga perlukan adanya sebuah prosedur atau langkah-langkah. Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah penelitian Kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomonologi yang dikembangkan A. Fatchan yang berjudul  sepuluh langkah penelitian Kualitatif. Yakni dibagi dalam tiga tahap, sebagai berikut:

1.      Tahap Awal
a.       Melakukan Observasi Umum
Dalam peneliitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan memamahami perilaku atau tindakan individu-individu. Fenomena yang dijewantahkan dalam bentuk perilaku pada kehidupan pada individu itulah yang sebenarnya menjadi titik tempuh penggalian data atau informasi pada penelitian ini. Dengan demikian pengamatan observasi umum yang pertamakali seharusnya dilakukan oleh para peneliti fenomenologis adalah dengan pengamatan tentangberbagai tindakan yang dilakukan oleh para individu aktor/agen pelaku berbagai tindakan tersebut yang akan dijadikan fokus fenelitian.

b.      Menentukan fokus dan subjek/informan Penelitian
Apabila individu sebagai subjek penelitian terlalu banyak (belum dapat diketahui dengan pasti) atau masih diragukan jumlahnya. Tindakan yang harus dilakukan adalah penentuan informan tersebut dapat kita tentukan secara snow Ball. Artinya menentukan informan secara bergulir dari informan (individu) satu ke informan (individu) lainnya. Apabila informasi (data) yang telah didapat dari para informan (individu) tersebut telah “jenuh”. Jenuh artinya apabila jawaban atau informasi yang diberikan sudah berupa informasi kitu-itu saja. Maka penggalaian informasi dihentikan. Artinya peneliti seharusnya berhenti mencari informasi (data) karena informasi yang didapat sudah itu-itu saja. (para informan menjawab dengan jawaban yang sama/hampir sama).

2.      Tahap Pengumpulan  dan Analisis Data
a.       Melakukan observasi partisipasi
Dalam penelitian fenomenologis wajib menggunakan obeservasi partisipasi, Hal ini berbeda dengan penelitian dengan pendekatan konstruksi, yang mana observasi partisipasi tidak diwajibkan. Hal itu karena observasi partisipasi merupakn observasi dimana peneliti terlibat secara langsung dengan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para subjek atau informan penelitian. Observasi partisipasi tersebut ditujukan untuk mengamati/mengikuti/terlibat secara langsung terhadap/dengan berbagai perilaku/tindakan/perbuatan yang difenomenakan oleh para individu yang menjadi subjek penelitian.
b.      Melakukan pengamatan terhadap apa yang dibicarakan diantara subjek penelitian
Secara teknis pengamatan terhadap berbagai pembicaraan yang dilakukan oleh subjek penelitian ini sejatinya dapat dilakukan bersamaan atau secara bergantian atau secara berselang-seling  dengan observasi parisipasi. Dengan demikian, pada langka ketiga dan langkah keempat sebenarnya dapat dilakukan secara bersamaan.
Sebagaimana pelaksanaan observasi partisipasi, pengamatan terhadap pembicaraan diantara subjek terteliti, senantiasa dikaitkan dengan upaya mengungkap dan mendapatkan data yang terancang dalam rumusan masalah yang diteliti. Pemahaman secara detail yang memfokuskan pada permasalahan yang diteliti guna menemukan secara detail data atau informasi yang terkait dengan pertanyaan penelitian yang ada dalam rumusan masalah.
c.       Melakukan analisis deskripsi dan pengecekan keabsahan data
Analisis deskripsi dan pengecekan keabsahan data ini merupakan suatu kegiatan primary interpretation atau firts order understanding yang merupakan pemahan atas data/informasi dari para subjek penelitian. Sekali lagi peneliti berupaya mendeskripsikan hasil penelitian atau temuan penelitian atas pemahman sebjek penelitian itu sendiri dan bukan atas pemahaman si peneliti.
Sejak pengumpulan data yang pertama, peneliti kualitatif sudah harus melaksanakan analisis dan penfsiran data. Jadi tidak menunggu data menumpuk banyak. Analisis itu terus menerus dilakukan dan simultan (secara Siklus), hingga ditemukan suatu simpulan yang benar, alamiah, dan seperi apa adanya yang dikehendaki oleh data.
d.      Melakukan wawancara mendalam yang berupa dialog dengan subjek penelitian
Wawancara mendalam merupakan wawancara dalam bentuk terstruktur yang berupa wawancara diarahkan oleh sejumlah pertanyaan lanjutan berdasarkan informasi/data yang telah ditemukan sebelumnya. Yakni pada waktu observasi partisipasi. Wawancara mendalam pada dasarnya berisi pertanyaan-pertanyaan bersifat hipotetik, interpretatifm argumentasi, dan bersifat mengarahkan berdasarkan temuan pada langkah sebelumnya.
Wawancara mendalam ditersebut dilakukan kepada para individu yang menjadi informan atau subjek penelitian. Pencatatan data hasil wawancara semacam ini misalnya dilakukan dengan menggunakan kertas  kerja yang berupa/berisi tulisan dari produk observasi partisipasi dan pengamatan terhadap pembicaraan diantara subjek penelitian yang telah dilakukan.
e.       Melakukan analisis substansial dan pengecekan keabsahan data lapang
Produk utama langkah analisis substansial merupakan hubungan kausalitas antertema, antarsubtansi, ataupun antar kategori sehingga ditemukan suatu proposisi baru atau teori substantif bari dari penelitian yang bersangkutan kemudian sejalan dengan rumusan masalah atau tujuan penelitian. Temuan itu didasarkan atas kajian terhadap hasil wawancara mendalam yang berupaya menggali, mengkonfirmasi dan mendialogkan untuk mengungkap makna secara rinci menurut masing-masing individu.
Melakukan analisis substantif itu sebaiknya dilakukan upaya pemeriksaan keabsahan data atau keabsahan informasi. Sehingga diharapkan menemukan proposisi baru atau teori substantif atau suatu model yang benar-benar bersumber dari data yang sakhih atau valid, karena telah dilakukan upaya pemeriksaan.
f.       Menemukan pemahaman subjek penelitian
Menemukan pemahaman subjek penelitian merupakan moment dimana peneliti berupaya melakukan pemahaman apa yang dikatakan dan yang dinyatakan serta difenomenakan oleh masing-masing subjek penelitian. Yang kemudian para peneliti dijadikan bahan utama untuk laporan penelitian yang berupa deskrikpsi data (untuk sub bab paparan data) dan proposisi baru yang berupa kalimat kausalitas. (untuk sub bab analisis dan atau temuan penelitian).

3.      Tahap Pembahasan dan Penulisan Laporan Akhir
a.       Memahami pemahaman subjek penelitian dan menyusun proposal baru
Setelah peneliti menghasilkan proposisi-proposisi baru atau “calon teori baru” selanjutnya, proposisi baru tersebut dibandingkan dengan teori yang telah ada dan atau temuan penelitian terdahulu atau penelitian sebelumnya,  pada saat itu seharusnya peneliti mengeluarkan segala ilmu yang dikuasai dan yang dimilki, karena disinilah tercermin “kecanggihan” ilmu yang dipunyai peneliti serta kekritisan peneliti harus ditunjukan.


b.      Menyusun laporan penelitian akhir.
Semua hasil-hasil catatan/tulisan peneliti pada langkah 5-9 tersebut diadalah bahan baku utama laporan akhir penelitian. Berbagai catatan tersebut ditata ke dalam bab hasil penelitian dan pembahasannya sampai dengan bab kesimpulan dan implikasi teoritik serta implikasi praktik. Hal tersebut disusun berdasarkan format laporan penelitian akhir yang dianjurkan.

Daftar Rujukan
Abas T, Carles T, 2010,.Mixed Methodology; Mengombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.,Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Arikunto S,. 2010, Prosedur Penelitian: suatu Pendekatan Praktik., PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Bajari’s A,.2008,. Fenomenologi sebagai Tradisi Penelitian Kualitatif,. file:///D:/New%20folder/Fenomenologi/Fenomenologi%20sebagai%20Tradisi%20Penelitian%20Kualitatif%20_%20Atwar%20Bajari%27s%20Blog.htm

Fatchan A, 2013,. Metode penelitian Kualitatif Sepuluh Langkah Penelitian Kualitatif Pendekatan Konstruksi dan Fenomenologi,.Universitas Negeri Malang

Zaenal Hidayat, 2011, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Fenomenologi; sebuah pikiran pokok., Fisip,Universitas Diponegoro.




Nov 24, 2018

REFLEKSI HARI GURU, VITALITAS PROFESI GURU


VITALITAS PROFESI GURU 
(Refleksi Hari Guru -Selamat Hari Guru 2018)


Oleh: 
Karman Zein, M.Pd 
Direktur Pusat Studi Masyarakat Kepulauan / Ketua Ikatan Guru Indonesia Kota Ternate



"Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak,
akan tetapi kita membutuhkan pada masa dewasa". (JJ Rousseu)

Diskursus tentang membangun pendidikan tentu akan disejajarkan dengan partisipasi guru dalam aktivitasnya yakni mencerdaskan anak bangsa sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu “setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak”. Mendapatkan pengajaran yang layak, guru semata-mata bukan hanya sekedar menjadikan anak didik sebagai objek transformasi pengetahuan belaka tetapi lebih menekankan pada pembentukan kepribadian.

Menempuh pendidikan guru yang lakoni selama bertahun-tahun di Perguruan Tinggi bahkan setelah itu melalui kegiatan peningkatan kapasitas lainnya, dengan harapan menjadi guru profesional agar dapat membantu menciptakan anak didik berkeperibadian sesuai cita-cita luhur bangsa. Eksistensi guru sebagai salah satu instrumen penting dari sebuah sistem pendidikan yang pada hakikatnya membangun kepribadian anak bangsa. Sebagaimana Tujuan pendidikan yang dimaksukan Ki. Hajar Dewantara yakni Pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, selain itu argumentasi John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

Proses pembentukan kepribadian ataupun kecakapan lainnya merupakan tantangan guru di erah serba praktis ini, serba praktis bukan berarti pekerjaan seoarang guru semakin praktis pula terutama berkaitan dengan pembentukan kepribadian anak didik. Dalam hal ini guru sebagai suatu komponen penting untuk menjamin serta melahirkan anak didik berkeperibadian luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa melihat dimana zaman, artinya profesi guru sejauh ini sangat diperlukan dalam dunia pendidikan sebab eksistensi dan perannya sejauh ini belum tergantikan dengan teknologi macam apapun.


Profesi
Munculnya profesi sebagai suatu kekuatan moral pada masyarakat (moral community) yang dibarengi dengan pengaturan diri seorang guru (Self Regulation) Gambaran tentang profesi dapat kita simak analogi berikut ini, sebut saja dokter dan guru, kedua profesi ini berhubungan langsung dengan manusia pada aspek jasmani dan rohani. Contohnya, berbahaya ketika dokter salah mendiagnosa sebuah penyakit, kemungkinan akan terjadi malpraktek, kelebihan dan kemampuan seorang dokter yaitu mampuh menyembuhkan penyakit bahkan bisa membuat manusia mati, secara manusiawi ini merupakan suatu pekerjaan yang amat berat.
Sama beratnya dengan profesi guru, yang tentu berkaitan perilaku dan kepribadian manusia, hal yang perlu diperhatikan adalah penerapan kurikulum tersembunyi  (Hidden curriculum), bayangkan saja,  berjuta guru di Indonesia diantaranya 100 guru menyampaikan doktrin yang abnormal /dirusak pikiran anak didik itu artinya terdapat kurang lebih 32 anak di kelas setara dengan 3.200 anak . Dengan demikian nasib bangsa ini tergantung “GURU” Kami bangga jadi “GURU” pendek kata membangun kekutan moral (Moral Force) tergolong sangatlah berat. Dengan demikian berterima kasihlah kepada guru kalian sebab sejauh ini mereka tetap konsisten dengan ikrar dan kode etik mereka, sekalipun mereka diberi upah yang tidak sesuai bahkan diantara mereka merelakan diri demi anak bangsa dimasa datang.

Hukum-Hukuman
Guru bekerja dalam waktu yang tidak terbatas 1x24 jam merupakan waktu yang tidak cukup untuk mengubah perilaku ataupun kepribadian anak didik. Siklus mendidik dan mengajar dalam waktu tersebut termasuk waktu yang padat. malang nasib mereka, waktu malam mestinya dihabiskan bersama keluarga tapi malah menyelesaikan tugas anak didik, setelah itu dilanjutkan dengan menyusun rencana pelajaran, kemudaian menyiapkan materi pelajaran, besoknya ke sekolah masih ada anak didik yang membawah masalahnya dari rumah, keadaan seperti berlangsung hampir setiap saat dan terus berulang.
Guru juga manusia tentu, kadang diperhadapkan dengan emosi yang cenderung tidak stabil, kadang penyampaikan guru sukar diterima oleh anak didik, pertanyaannya apakah kita tidak profesional ataukah kita tidak mengusai materi. Ini problematika yang sering terjadi. Singkatnya ketika guru memaksakan anak didik untuk mampu seperti yang diharapkan, disitulah gejolak yang sebenarnya bagi seorang guru.
Lalu ketika terdapat kesalahan, guru mencoba men-stressing dengan memberi hukuman kepada anak didik, adapun hukuman kepada anak didik sangat beragam tergantung tingkat kesalahan, sampai pada tingkatan berani mengambil sikap untuk memukul anak didiknya dengan rotan, secara tidak sadar hukuman semacam ini, banyak berakhir di meja hukum, dulunya, Mengutip pepata lama “Di Ujung Rotan Guru ada Emas, namun masa kini bergeserlah nilai itu menjadi diujung rotan Guru terdapat Pidana”. Inilah hukum-hukuman bagi guru.

Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Guru Ku, Sahabat Ku Guru;
Hari ini, Minggu 25 November 2018
Marilah kita kembali BERIKRAR,

1.   Kami Guru Indonesia adalah Insan Pendidik Bangsa yang Beriman dan Taqwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2.   Kami Guru Indonesia, adalah Pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi  Kemerdekaan Republik Indonesia, Pembela dan Pengamal Pancasila yang setia pada UUD 1945
3.   Kami Guru Indonesia, Bertekad, bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
4.   Kami guru Indonesia, bersatu dalam wadah Organisasi Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan
5.   Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdiannya terhadap bangsa, Negara dan Kemanusiaan


(SELAMAT HARI GURU 2018)
Gunakanlah Moto  Kementerian Agama
 ”IKLAS BERAMAL” Insya Allah Berkah